Tiga Fitnah Kematian

Dalam salah satu ayat, Allah SWT berfirman: 

“Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?” (QS al-An’am: 32).

Saudaraku, dunia adalah panggung sandiwara. Dunia adalah tempat kita singgah, sebentar saja. Sebab kehidupan akheratlah kelak akan menjadi sebenar-benar kehidupan kita. 

Untuk menuju pada sebenar-benar kehidupan itu, manusia wajib melewati gerbang utama: kematian. Sayangnya, sering kali manusia melalaikan peristiwa kematian hingga berlaku sewenang-wenang tanpa batas.  

Para ulama mengatakan, setidaknya, ada tiga fitnah kematian. 

Pertama: Manusia melalaikannya.

Setiap hari, manusia mendengar, membaca dan melihat berita kematian. Tetapi, setiap kali hal itu terjadi, manusia hanya merasa peristiwa itu untuk orang lain. Hari-hari ini bahkan kita sedang menghadapi wabah virus Corona (covid-19) yang telah dinyatakan sebagai pandemic oleh World Health Organization (WHO).

Sampai dengan saat tulisan ini dibuat, jumlah korban meninggal di seluruh dunia telah mencapai lima ribu seratus tiga puluh orang dan lebih dari seratus ribu orang lainnya terifeksi virus tersebut.  

Manusia melalaikan kematian seakan ia tak akan pernah mendapat jatah. Padahal, setiap manusia pasti sampai ke titik itu. Jika bukan karena virus Corona, pasti ada sebab lainnya. Allah SWT berfirman, 

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan”. (QS Ali Imran: 185). 

Maka, Rasulallah SAW mengingatkan kita untuk sering mengingat kematian. Beliau SAW berkata, 

“Perbanyaklah (wahai umatku) untuk mengingat (hal) yang menutup semua kelezatan (dunia): yaitu kematian”. 

Manusia berusaha berlari dari kematian dengan berbagai cara. Padahal tak ada seorangpun yang dapat menunda ketika telah datang gilirannya. Ali bin Abi Thalib berkata, 

“Sungguh kematian bagi kita semua (bagaikan) anak-anak panah yang tak pernah keliru * siapa orang yang terlewat hari ini satu anak panah, niscaya tak akan lepas (dari anak panah itu) di hari yang lain”.

Kedua: Manusia dibuai angan-angan. 

Setiap manusia berangan-angan usia panjang. Bahkan, ada yang ingin abadi di muka bumi ini. Ketika Nabi Adam (alahi salam) digoda oleh syaitan, ia dijanjikan keabadian hidup bersama Sayyidah Hawa, maka Adam pun tergelincir hingga memakan buah dari pohon keabadian (syajaratul khuldi). Nabi Adam yang sudah abadi dalam keabadian surga tergoda dengan janji keabadian duniawi yang dihembuskan syaitan.  

Padahal, secara kasat mata, kita menyaksikan tak ada manusia abadi di muka bumi ini. Pada ilmu logika disebutkan, setiap manusia pasti mati, Plato adalah manusia. Maka, Plato pasti mati. 

Dalam sejarah, mungkin manusia terpanjang usia adalah Nabi Nuh (alaihi salam). Allah SWT berfiman, 

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. Maka mereka ditimpa banjir besar, dan mereka adalah orang-orang yang zalim. (Qs al-Ankabut: 14)

Namun demikian, dalam satu riwayat dikisahkan, saat ajal datang kepada Nabi Nuh, dia ditanya malaikat, “Wahai Nuh, manusia yang memiliki usia terpanjang. Bagaimana kau dapatkan dunia?” Nuh menjawab, “Dunia tak ubahnya rumah dengan dua pintu. Aku masuk dari pintu depan, lalu keluar di pintu belakang”. 

Maka, ketika umat Nabi Nuh tak kunjung beriman pada risalah yang dibawanya, mereka dibinasakan Allah dengan badai hujan dan banjir. Mereka pun mati dalam kehinaan. 

Rasullah SAW mengatakan bahwa setiap umat memiliki umur tak jauh dari umur Nabinya. Jika umur Nabi Nuh dalam ratusan tahun, bahkan hampir mencapai seribu tahun itu, maka demikian pula umur umatnya. Sedangkan Rasulallah SAW hanya berusia enam puluh dua tahun, maka umur umatnya pun tak jauh dari itu. Bahkan, Rasulallah SAW menegaskan,

“Rata-rata umur umatku adalah antara enam puluh hingga tujuh puluh tahun, dan sedikit dari mereka yang melewati (angka) itu.”

Bila kini seseorang sudah berusia di atas tujuh puluh tahun, sesungguhnya dia telah mendapatkan bonus duniawi yang Allah berikan lewat perpanjangan umurnya. Maka, pada mereka yang telah sepuh,  misalnya punya grup WA (WhatsApp) angkatan kelas pun, pasti sudah banyak anggota yang left (atau pamit) dari grup itu. 

Sebentar saja, saudaraku. Sebentar.

Ketiga: Sakaratul Maut. 

Fitnah ketiga dari kematian adalah peristiwa sakaratul maut. Itulah masa-masa tersulit yang dihadapi anak-cucu Adam. 

Ketika Rasulallah SAW menemui ajalnya, beliau SAW berkata, 

“Tiada tuhan selain Allah, sungguh pada (setiap) kematian terjadi sakaratul (maut)”. 

Sebagian kita mungkin pernah menyaksikan peristiwa sakaratul maut. Sebagian orang terlihat menjalani sakaratul maut dengan ringan, sebagian lain terlihat berat. Saat menjelaskan peristiwa sakaratul maut itu, Imam Ibnu Hajar mengatakan, 

“Sesungguhnya, beratnya kematian tidak menunjukan berkurangnya martabat seseorang, namun bagi seorang muslim, hal itu bisa menjadi penambah pahalanya, atau mengurangi beban dosanya”.

Pada saat-saat berat itu, syaitan datang menggoda. Oleh sebab manusia yang tengah sakaratul maut merasakan dingin dan haus, syaitan datang menggoda menawarkan segelas air agar manusia berpaling dari rahmat dan kasih sayang Allah. Bujuk rayu syaitan itu harus dilawan. Sejak kapan? Sejak sekarang. 

Karena itulah, kita dianjurkan untuk terus berdoa, 

Ya Allah lembutkanlah kami pada saat sakaratul maut. 

Menutup tulisan ini, menarik sekali untuk mengutip ucapan Ibnul Qayyim. Kata beliau: 

(Saudaraku) jalanilah hidupmu setiap hari seakan-akan hari terakhir, sebab salah satu dari hari-hari itu kelak pasti adalah hari terakhir.

Demikian tulisan singkat ini, semoga bermanfaat. 

Wallahua’lam bis showwab.

Penulis :Inayatullah Hasyim

Dosen Universitas Djuanda Bogor