Assalamu’alaikum Social Investor!
Menjelang hari raya Idul Fitri, masyarakat seringkali sibuk dengan persiapan dan kegiatan penukaran uang. Namun, perlu diingat bahwa dalam proses penukaran uang, terdapat risiko terjadinya riba yang harus dihindari oleh umat Islam. Riba merupakan istilah dalam agama Islam yang mengacu pada keuntungan atau bunga yang didapatkan dari transaksi yang tidak seimbang atau tidak adil. Riba termasuk salah satu dosa besar dalam agama Islam dan harus dihindari oleh umat Islam.
Dalam konteks penukaran uang jelang lebaran, risiko riba terjadi ketika seseorang melakukan transaksi penukaran uang dengan mengambil keuntungan dari perbedaan nilai tukar antara mata uang yang akan ditukarkan. Jika seseorang ingin menukar uang dengan nilai Rp 100.000 menjadi pecahan Rp 10.000, dan sang penukar hanya memberikan sembilan lembar pecahan Rp 10.000 sehingga total nilainya hanya Rp 90.000, maka hal ini menunjukkan adanya selisih atau perbedaan nilai tukar dalam transaksi penukaran uang. Meskipun banyak diperdebatkan mengenai hukumnya dalam pandangan Islam, praktik seperti ini dianggap sebagai riba karena adanya selisih dalam penukaran uang tersebut.
Lalu bagaimana caranya agar tidak riba?
Yang harus dilakukan adalah saat penukaran berlangsung tetap berikan dengan nilai yang sama atau setara tidak ada selisih diantaranya. Lalu berikanlah uang jasa penukaran setelahnya, dengan akad baru setelah penukaran uang berlangsung. Banyak orang berpendapat bahwa tindakan itu sama saja, padahal itu adalah akad yang berbeda. Jika tetap melakukan penukaran uang lalu pada saat penerimaannya ada selisih maka itu adalah wilayah riba. Dan riba termasuk ke dalam dosa besar. Maka dalam melakukan transaksi penukaran uang haruslah dengan kehati-hatian agar tidak terjerumus dalam dosa besar.