Kepedulian Kita Pada Anak Yatim

Suatu hari, seorang sahabat datang kepada Rasulallah SAW dan berkata, “Akhir-akhir ini aku merasakan hatiku keras dan sulit bersyukur”, Rasulallah SAW kemudian berkata, “Maukah engkau kuberi tahu cara untuk melembutkannya dan keinginanmu terpenuhi? Sayangilah anak-anak yatim, usaplah kepalanya, berikanlah mereka makanan dari makananmu, niscaya (hal demikian itu) akan melembutkan hati dan melapangkan rizkimu” (HR Thabrani).

Secara bahasa, kata yatim berarti “kehilangan”. Dalam istilah agama, yatim adalah anak yang ditinggal mati ayahnya saat dia masih kecil. Rasulallah SAW menjelaskan batasan seorang anak disebut yatim. Kata Rasulallah SAW, “Tak ada lagi yatim setelah bermimpi (hubungan badan)”. Artinya, batasan yatim adalah sampai anak itu menginjak usia akil-baligh.

Saudaraku, Allah SWT memerintahkan kita untuk memberikan perhatian kepada anak-anak yatim dengan sungguh-sungguh. Di dalam al-Qur’an terdapat dua puluh tiga kali penyebutan kata “yatim”. Hal mana menunjukan keseriusan perhatian atas nasib mereka. Di antaranya, Allah SWT berfirman, “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan apa yang kamu miliki. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri. (QS An-Nisa: 36).

 

Lalu, hal apa saja yang harus menjadi perhatian kita kepada anak-anak yatim itu? Berikut ini beberapa diantaranya.

 

Pertama: Haram memakan atau menyelewengkan harta anak yatim.

 

Allah SWT berfirman, dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu Makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar. (QS An-Nisa: 2)

 

Ketika menafsirkan ayat tersebut, Ibn Katsir menulis, “Allah swt. memerintahkan untuk menyerahkan harta anak-anak yatim kepada mereka apabila telah mencapai masa baligh secara sempurna, serta melarang memakan dan menggabungkannya dengan harta mereka. Untuk itu, Allah berfirman: wa laa tatabaddalul khabiitsa bith-thayyibi (“Dan janganlah kamu menukar yang baik dengan yang buruk.”).

 

Lebih jauh, Ibn Katsir mengutip ucapan para ulama untuk menjelaskan maksud “menukar yang baik dengan yang buruk” itu. Sufyan ats-Tsauri mengatakan, “Janganlah engkau tergesa-gesa dengan rizki yang haram sebelum datang kepadamu rizki halal yang ditakdirkan untukmu”. Ibrahim an-Nakha’i, “Janganlah engkau memberi sesuatu yang palsu dan mengambil sesuatu yang baik.” Dan as-Suddi berkata: “Salah seorang di antara mereka mengambil kambing anak yatim yang gemuk lalu sebagai gantinya ia memberi kambing yang kurus kering sambil berkata: (hal yang penting kan) kambing dengan kambing, serta ia pun mengambil dirham yang baik dan menggantinya dengan dirham yang buruk dan berkata, “(asalkan) dirham dengan dirham”.

 

Kedua: Asupan gizi yang baik.

 

Salah satu cara agar tidak menelantarkan anak yatim yaitu dengan cara mengasuh mereka sesuai dengan tuntunan al-Quran. Allah SWT berfirman, “Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim. Katakanlah: “Mengurus urusan mereka secara patut adalah hal yang baik, dan jika kamu bergaul dengan mereka, maka mereka adalah saudaramu; dan Allah menegetahui siapa yang membuat kerusakan dari yang mengadakan perbaikan. Dan jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia dapat mendatangkan kesulitan kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS Al-Baqarah: 220)

 

Apa yang dimaksud dengan merawat anak yatim dengan baik adalah memperlakukan mereka sebagaimana memperlakukan anggota keluarga sendiri, tidak membedakan mereka dalam hal makanan, minuman, pakaian, sehingga anak yatim tidak merasa hina dan susah. Rasulallah SAW bersabda, “Rumah yang paling disukai oleh Allah adalah rumah yang di dalamnya ada anak yatim yang dimuliakan.” (H.R. Baihaqi).

 

Dengan bersikap lemah lembut dan kasih sayang terhadap mereka, mereka akan merasakan sebagaimana kasih sayang kedua orang tua mereka dan akan mendatangkan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT bagi seorang Muslim yang mampu melaksanakan kewajiban tersebut.

 

Ketiga. Pendidikan.

 

Perlu kita ingat bersama bahwa anak yatim adalah juga bagian tak terpisahkan dari suatu bangsa. Apabila akhlak mereka rusak, maka akibatnya akan merambat kepada seluruh bangsa sebab perbuatan mereka yang tidak baik merupakan akibat dari buruknya sistem pendidikan yang mereka tempuh, dan tentu saja hal ini akan berimbas pada terciptanya krisis akhlak di kalangan umat.

 

Karena itu, kita harus menyadari bahwa anak yatim juga merupakan saudara kita. Kita patut bersyukur jika kita masih memiliki orang tua lengkap yang dapat mendidik dan membiayai pendidikan kita. Dan manifestasi dari syukur itu adalah dengan memperhatikan dan memberikan perhatian pada anak yatim serta agar mereka tidak merasa ditelantarkan. Ketidakpedulian kita (dan negara) kepada anak yatim dikategorikan sebagai pendusta agama.
Allah SWT berfirman, “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Maka itulah orang yang menghardik anak yatim”. (QS Al-Ma’un: 1-2)

 

Untuk itulah, orang yang mengurus anak-anak yatim akan mendapatkan, setidaknya, tiga keutamaan.

Pertama, orang tersebut akan dekat dengan Rasulullah SAW di surga, sedekat jari telunjuk dengan jari tengah. Dari Sahal bin Sa’ad, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Aku dan orang yang menanggung anak yatim (kedudukannya) di surga seperti ini”, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah serta agak merenggangkan keduanya” (HR. Bukhari).

 

Karena itu, barang siapa yang ingin bersama Rasulullah SAW di surga, santunilah anak yatim. Rasulullah SAW menjanjikan surga bagi mereka dan jarak dengan beliau dekat sekali seperti halnya jari telujuk dengan jari tengah. Ibnu Hajar Al-Asqalani menjelaskan, ”Isyarat ini cukup untuk menegaskan kedekatan kedudukan pemberi santunan kepada anak yatim dan kedudukan Nabi, karena tidak ada jari yang memisahkan jari telunjuk dengan jari tengah.”

 

Kedua: orang itu akan terhindar dari penyakit qaswatul qalbi (hati yang keras). Contohnya adalah kisah sebagaimana dikutip di awal tulisan ini. Karena itu, orang-orang yang menanggung anak yatim dan mengasihi, mengurus dan menyayanginya, Allah akan melembutkan hati dan jiwanya serta mencukupi kebutuhan hidupnya.

 

Saudaraku, ketahuilah, hati yang keras sangat berbahaya bagi seorang yang beriman, sehingga Ibnul Qayyim mengatakan, “hati yang keras dan membatu bagaikan pohon yang meranggas. Tak ada yang pantas baginya keduanya kecuali api (untuk membakarnya)”. Naudzubillah.

 

Ketiga: orang itu mendapat jaminan surga. Rasulallah SAW bersabda, “Barang siapa yang mengikutsertakan seorang anak yatim diantara dua orang tua yang muslim, dalam makan dan minumnya, sehingga mencukupinya maka ia pasti masuk surga”. Karena itulah, mumpung kita masih punya kesempatan mengurus dan menyantuni anak yatim, jangan pernah sia-siakan kesempatan itu. Tidak hanya jaminan surga di akhirat, Allah SWT pun menjanjikan kepada orang yang menyantuni anak yatim akan terpenuhi semua kebutuhan hidupnya.

 

Menyantuni anak yatim seperti berinfak di jalan Allah, maka Allah akan melipatgandakan harta hamba-Nya tersebut. Namun sebaliknya orang yang memakan harta anak yatim, maka Allah akan memberikannya azab yang sangat pedih sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya berikut ini, “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zhalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).” (An-Nisa: 10).

 

Demikian tulisan singkat ini. Semoga bermanfaat.


Wallahua’lam bis showab.